Friday, November 2, 2012

Perspektif Sejarah Sarunei Simalungun dan Klasifikasi Sarunei Simalungun


Dari beberapa informan yang telah penulis temui secara terpisah, diantaranya adalah bapak Martuah Saragih dan Jahuat Purba sebagai pemain sarunei mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui asal-usul alat musik sarunei tersebut. Dan tidak pernah mendengar cerita dari mulut kemulut dari leluhurnya tentang asal-usul alat musik sarunei tersebut.
Jansen dalam bukunya Gonrang Simalungun mengatakan:
 Memang benar adanya bahwa asal-usul alat musik sarunei ini tidak jelas dan ,menjadi kabur oleh sekian banyak peristiwa sejrah yang terjadi setelah alat musik ini mulai dikenal di Indonesia. Alat musik sarunei, sebagaimana yang diketahui oleh orang-orang Batak, hanya merupakan salah satu bentuk alat musik sejenis yang dijumpai mulai dari negeri Turki hingga ke wilayah Timur tengah (zurna), Persia (surnay), dan India (shabnai dan nagasvaram)hingga ke Malaysia (sernai), Cina (suoonab), dan Filipina (sabunay).” [1] 
Masyarakat di Indonesia pada umumnya mengenal dua macam istilah untuk membedakan alat-alat musik jenis tiup. Salah satu merupakan turunan dari istilah Jawa-Hindu pereret, pleret, atau gem(p)ret dan variasi-variasi nama seperti selompret, tarompet (Sunda), pereret (Bali), dan tetepret (Banyumas) (Kunst 1949:238). Istilah lain, surnay memiliki nama-nama turunan seperti saronen (Madura), srune (Aceh), serunai (Dayak), dan sarunei di kalangan masyarakat Batak (Jairazbhoy 1970:386).
         Jairazbhoy dalam Jansen menyatakan bahwa orang-orang India mungkin merupakan sumber asal-usul dari alat musik sarunei:
Tampaknya subbenua Asia Selatan sangat mungkin merupakan sumber penyebaran awal bagi alat musik jenis oboe. Terlepas dari bukti yang ada pada mobori/madbukari yang menyatakan bahwa sejenis bentuk indipenden alat musik oboe telah ada di India saat alat musik surnai mulai dikenal. Ada bukti lebih lanjut yang didapat dari relief-relief ukuran-ukuran dari periode gandhara pada masa sekitar abad kedua dan ketiga masehi. Disitu alat bunyi-bunyian berbentuk kerucut yang ditiup pada bagian ujungnya digambarkan sebanyak lebih dari satu kali.”[2]   
         Dengan kondisi keterbatasan bukti-bukti yang ada, penjelasan mengenai asal-usul alat musik sarunei di masyarakat Simalungun dan suku Batak yang lain ialah alat musik ini dulunya di bawa dari timur tengah melalui Gujarat (cambay) ke pesisir Timur Sumatera. Orang-orang melayu pesisir kemudian berperan dalam memperkenalkan alat musik ini kepada orang-orang Batak yang berada di wilayah pedalaman. Kapan berlangsungnya hal ini sulit untuk dikatakan, namun diperkirakan hal ini terjadi tidak lama setelah setelah tahun 1300 saat Islam mulai berkembang di kota dermaga di wilayah timur laut. Dengan memahami ciri kondisi masyarakat Batak pada masa itu yang terpencil, kecendrungan mereka untuk resisten terhapad perubahan-perubahan mendadak serta kemampuan mereka dalam hal memodifikasi dan mengadaptasi hal baru disesuaikan dengan situasi yang mereka miliki. Penerimaan terhadap alat musik sarunei pada zaman dahulu mungkin sempat memakan waktu yang cukup lama. Ada pendapat yang menyatakan bahwa tradisi musik gonrang kemungkinan telah berusia hingga 500 tahun lamanya. (Jansen,2003:72)

Klasifikasi Sarunei Simalungun

Dalam mengklasifikasikan instrumen sarunei, penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961) yaitu:
Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu: Idiofon, (penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri), Aerofon, (penggetar utama bunyinya adalah udara), Membranofon, (penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran),  Kordofon, (penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai).

Mengacu pada teori tersebut, maka sarunei adalah instrumen musik Aerofon. Hal ini disebabkan suara yang dihasilkan instrumen tersebut penggetar utama bunyinya adalah udara. Sarunei merupakan jenis alat musik tiup dari kayu (wind Instrumen) yang bagian tengahnya dilubangi seperti bentuk kerucut (with conical bore), bila dilihat dari bagian ujung kebagian pangkalnya, diameter bagian ujungnya lebih besar dibandingkan dengan dengan bagian pangkalnya. Sarunei Simalungun ini memakai lidah sebagai penggetar udara untuk menghasilkan bunyi ( Reed Aerofon). Sarunei tersebut memiliki lidah getar ganda (double reed).

Tabel Klasifikasi instrumen musik sarunei

4
Aerofon
4.2
Wind Instrument/ Non Free Instrument
4.2.2
Reed Aerofon
4.2.2.1.1.2
With Conical Bore

Berdasarkan pengklasifikasian di atas, maka sarunei merupakan jenis alat musik tiup yang terbuat dari kayu (wind instrument), yang menggunakan udara sebagai sarana untuk menghasilkan bunyi (Aerofon), memiliki lidah ganda ( double reed), bentuknya sedikit mengerucut (with conical bore).

Konstruksi Bagian  Yang Terdapat Pada Sarunei Simalungun

Untuk membahas bagian konstruksi ini, penulis mengacu pada Sarunei Simalungun buatan bapak Martuah Saragih.
Instrumen sarunei ini memiliki bagian-bagian yang mempunyai fungsi masing-masing, antara lain :
·         Baluh adalah bagian laras dari sarunei yang terbuat dari kayu yang terdapat tujuh buah lubang tempat jari.
·         Sigumbangi adalah badan sambungan yang meneruskan diameter lubang yang lebih besar pada ujung bawah baluh. Panjangnya kira kira setengah panjung baluh.
·         Nalih, merupakan bagian antara baluh dan nalih, yang terbuat dari timah bentuknya seperti selongsong kecil dan pada bagian ujungnya memiliki dua buah kerah yang berfungsi sebagai penahan agar nalih tidak masuk terlalu jauh kedalam buluh dan sebagai penahan tuppak bibir.
·         Anak ni sarunei (lidah sarunei), berfungsi sebagai penggetar udara.
·         Tuppak bibir, selain berfungsi sebagai tempat penahan bibir tuppak bibir juga digunakan sebagai tempat mengikatkan anak ni sarunei. 




[1] Jansen Arlin Dietrich, Gonrang Simalungun 2003:63
[2] Jansen Arlin Dietrich, Gonrang Simalungun 2003:67-68

No comments:

Post a Comment